Siapa yang tak kenal Najwa Shihab, namanya sebagai presenter semakin tenar karena mampu membuka dan membeberkan kasus politik di negeri kita beberapa waktu lalu.
Karirnya berawal dari presenter acara talkshow salah satu stasiun TV swasta di Indonesia. Namun, sebagai anak wanita dari seorang ulama yang tersohor di Indonesia, banyak yang mempertanyakan cara berpakaian host Mata Najwa di, Trans7 ini.
Memang benar, wanita kelahiran Makassar 16 september 1977 ini hidup dalam lingkungan keluarga yang religius dan demokratis. Nana kecil, saat di Makassar, sudah masuk TK Al-Quran.
Dia masih ingat betul, kalau melakukan kesalahan, sang guru memukulnya dengan kayu kecil. Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hidayah (1984-1990), lalu SMP Al-Ikhlas, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, pada 1990-1993.
Dilansir dari Liputan6.com (05/08/2018) Pendidikan keagamaan juga diterapkan secara ketat oleh keluarganya bersama lima orang saudaranya.
Sudah menjadi rutinitas, sejak maghrib harus sudah di rumah untuk berjamaah maghrib, mengaji Al-Quran, dan membaca Ratibul Haddad bersama.
Baru setelah memasuki bangku kuliah, Najwa sudah diijinkan keluar setelah maghrib karena padatnya jadwal dan kegiatan perkuliahan.
Pendidikan, bagi keluarga Shihab, adalah nomor wahid, tidak bisa ditawar-tawar.
Ayah Najwa sendiri, adalah Quraish Shihab, pakar tafsir Alquran, bagi Nana adalah sosok bapak yang santai.
“Seneng joke-joke Abu Nawas, ketawa-ketawa,” kisahnya. Jadi beliau, kata Nana, membebaskan pilihan kepada anak-anaknya untuk sekolah ke mana saja.
Kendati dididik dalam lingkungan yang religius, namun soal mengenakan jilbab Najwa cukup demokratis dalam menyikapinya, orang tua Najwa sendiri tak mewajibkan dirinya berhijab.
Menurutnya, seorang wanita islam yang mengenakan jilbab itu itu bagus dan sangat terhormat, namun tidak berjilbab pun tidak apa-apa.
Selama ini, ayahnya mendidik bahwa yang
Lebih penting bagi wanita adalah menjadi terhormat dan menjaga kehormatan baik dalam berperilaku dan berpakaian, tapi ayahnya tidak mewajibkan untuk berjilbab.
Selain itu, bukan berarti yang berjilbab tidak terhormat dan yang berjilbab sangat terhormat, karena kan masih banyak interpretasi tentang hal itu.
Menurut Nana, yang penting tampil terhormat dan banyak cara untuk terhormat selain dengan jilbab.
“Tidak pernah ada keharusan untuk berjilbab,” ucapnya.
Dengan cara berpakaian seperti dirinya sekarang, menurut Nana, tak pernah ada yang komplain.
“Karena mungkin melihat ayah, kalau ditanya orang pendapatnya membolehkan, membebaskan berjilbab atau tidak. Jadi banyak alasan dari ayah saya. Kalau ada yang komplain, paling pas bercanda. Dan saya selalu bilang: ya Insya Allah mudah-mudahan suatu saat. Yang pasti hatinya berjilbab kok.”
Meski kini ada rekan reporter yang mengenakan jilbab, Nana tidak terpengaruh. Sampai saat ini, dia merasa apa yang dilakukannya sudah berada pada jalur yang benar.
Kalau nanti ada hidayah lebih lanjut, atau kemantapan memakai jilbab, tanpa ragu Nana akan memakainya.
Negara saja demokratis, apalagi dalam suatu keluarga. Pro dan kontra akan selalu ada, tergantung dari sisi mana kita melihatnya agar tetap damai dan saling hormat-menghormati. Salam..
Komentar
Posting Komentar