Di sebuah desa, hiduplah seorang petani padi, ia hanya punya satu petak sawah yang ia tanami secara rutin. Dengan panen sekitar empat bulan sekali, ia sering merasa sangat kekurangan.
Hasil panen ia gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari bersama keluarganya.
Dan, akan habis sebelum panen selanjutnya tiba, maka sangat sering ia berutang kepada tetangganya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, apalagi di zaman sekarang yang semuanya serba mahal.
Suatu ketika, saat ia sedang mencangkul sawahnya, ia merasa keheranan saat melihat gundukan tanah yang bergerak-gerak, dengan rasa penasaran ia kemudian mencangkul lebih dalam tanah itu, hingga akhirnya ia menemukan sebuah jawaban bahwa sumber air telah muncul di bawah gundukan tanah itu.
"Wah, kalau seperti ini aku bisa panen lebih sering." pikirnya.
Karena selama ini ia hanya mengandalkan air hujan dan sungai yang airnya tidak seberapa. Hatinya gembira, kemudian ia pulang dan ia ceritakan kepada keluarganya.
Keesokan harinya, kembali ia melihat keanehan. Ada kerikil kecil berwarna hitam yang muncul dari sumber airnya, semakin lama, kerikil itu semakin kencang memuncrat hingga mengalahkan percikan air yang keluar.
Mata petani itu semakin terbelalak hingga seolah mau keluar dari kelopak mata, saat ia melihat batu kuning keluar dari sumber airnya yang ternyata adalah emas.
Hatinya gembira bukan main, ia mengambil emas-emas itu, memasukannya ke dalam ember, dan membawanya pulang. Karena emas tak kunjung berhenti keluar, ia membawa dua ember dari rumahnya untuk memungutinya.
Ember yang ia bawa rupanya tak jua cukup untuk memunguti emas itu, hingga ia kembali pulang membawa beberapa karung.
Seharian ia menunggu dan memunguti percikan emas itu hingga karung-karungnya penuh, ia pun pulang saat hari sudah gelap, meninggalkan sumurnya yang masih memuntahkan kerikil emas.
Biasanya, dalam aktivitas pertaniannya, menjelang tengah hari ia pulang untuk salat Zuhur. Setelah itu kembali ke sawah, menjelang Asar lalu pulang lagi. Namun kali ini ia punya kesibukan baru, memunguti kerikil-kerikil emasnya.
Dengan tergopoh-gopoh membawa karung-karung berisi emas ia pulang menjelang hari mulai gelap. Betapa gembira hati istrinya melihat suaminya membawa emas yang sangat banyak, terbayang keindahan dunia akan menjadi genggaman mereka.
Menjadi orang kaya. Setelah makan malam yang disiapkan sang istri, petani itu pamit pergi lagi, ia mau mencari karung sebanyak-banyaknya untuk memunguti emas besok pagi, hingga ia melupakan waktu Isya.
Hari berganti hari, hingga minggu berganti bulan petani itu terus menumpuk emas yang keluar dari sumber mata air, hingga tidak muat lagi di rumahnya. la kemudian menumpuk kerikil emas itu di langitlangit rumahnya, yang terbuat dari kayu sederhana.
Namun, ada satu keanehan yang dirasakan petani itu saat melihat setiap batu emasnya, dari ribuan kerikil emasnya yang sudah terkumpul, ia melihat deretan lima hurufyang sama pada setiap kerikil. K-C-U-U-P.
Namun ia tidak mendiskusikannya dengan serius bersama istrinya, ia hanya merasa itu adalah deretan huruf biasa dan menganggap semua
Bulan berganti bulan, rumahnya tidak muat lagi dengan emasnya, kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar anaknya, langit-langit, semua penuh dengan emas, hingga mereka tidur di atas tumpukan emas. la pun berencana merombak rumahnya lebih besar Iagi.
Sebelum terealisasi niatnya untuk merombak rumah...
Keesokan harinya terdengar kabar di kampung tersebut, ada sebuah rumah ambruk dan semua keluarganya yang terlelap tidur tewas tertimpa bangunan rumah dan emas.
Itulah rumah petani itu. Langit-langitnya tidak kuat menopang emasnya hingga ambruklah rumahnya.
Hal ini menggegerkan kampung tersebut dengan emas yang banyak di rumah petani itu. Bahkan seorang ustaz kampung yang datang dan melihat, juga begitu kaget.
la mendekat dan memperhatikan emas-emas itu dengan seksama. la memperhatikan huruf-huruf itu dengan baik, lalu mengangguk mengerti.
Kemudian, ia bertanya kepada warga tempat petani ini menemukan emasnya, tidak ada yang tahu karena selama ini petani itu merahasiakannya dan tidak bersosialisasi dengan warga lainnya.
Lalu sang ustaz bertanya di mana petani ini biasa bekerja. Beberapa petani lain lalu menunjukkan sawahnya, sang ustaz dan beberapa warga datang ke sana dan kagetlah mereka melihat sumber air yang mengeluarkan kerikil emas.
Sang ustad itu mendekat dan mengatakan, "CUKUP" Buncahan kerikil emas itu pun berhenti.
PELAJARAN
Demikianlah, keserakahan tidak akan pernah mencukupi hasrat manusia. Semakin serakah seseorang, maka akan semakin haus ia kepada harta. Namun dengan syukur, hidup akan semakin tenang dan berkah. Harta yang dimiliki akan disyukuri dan digunakan dengan sebaik-baiknya.
Komentar
Posting Komentar